Selasa, 09 April 2013

GG (Page 1-while)


Kebahagiaan hanya terasa sempurna jika kita bagi dengan orang yang kita sayangi. Orang tersebut bernama sahabat.

Kamar kostku yang hanya berukuran 3 x 3 meter itu tengah heboh malam ini. Suara tawa membahana di ruangan kecil tersebut. Dan saat kuisyaratkan untuk mengecilkan suara, kontan penghuni kamar paling pojok ini justru makin memaksimalkan volume tertawanya. Semua seperti terlihat bahagia malam ini. Padahal kami sedang mengerjakan praktikum psikodiagnostik VI, yang kata senior-senior kami-sulitnya minta ampun, dan semua tugas tersebut harus dikumpulkan paling lambat besok pagi jam 8 ke asdos masing-masing. Tapi sungguh kami tak terlihat sedang stress mengerjakan tugas praktikum tersebut, bahkan kami masih sempat membuat bahan lelucon yang membuat rahang kami kesakitan karena capek tertawa.
Dan kurasakan udara malam di bumi Surabaya kian panas dengan kondisi kamar sekecil itu dan dihuni oleh 6 orang. Tapi mereka cuek. Kami tengah menikmati malam terakhir mengerjakan laporan psikodiagnostik.
Kami benar-benar tengah menikmatinya.
           Psikodiagnostik terakhir kami.
           ..........

#Kangen kuliah. Kangen ngumpul. Kangen Psikodiagnostik. Kangen GG.
Memorian, semester akhir, 2005

Hi sahabatku yang di sana,
bertahun-tahun kini kita tak jumpa
ada sebagian dari kita bahagia
ada pula diantara kita tengah berduka
apa yang sempat terjadi hanya menjadi cerita
namun kenangan tak akan mungkin kita lupa
semoga kita tetap bersama 
dalam kerinduan dan doa...

GoDev miss u so much, GG

Nay (Page 117-while)


Dion menghela nafas sejenak. Ada sesuatu yang sakit menusuk hatinya saat ia melihat Nayla mengobrol santai dengan Nugie, menanyakan les musik yang Nugie dirikan dan beberapa anak jalanan yang kata Nugie makin banyak yang menjadi muridnya.
Sesekali Nayla tertawa lepas. Jantung Dion menahan hentakan. Di dalam hatinya ia terus mendengungkan kata-kata Nayla beberapa waktu lalu, bahwa Nayla sudah terbiasa dengan kehadiran Nugie. Nayla tak lagi terobsesi maupun seantusias dulu. Ya!
BB Dion mengeluarkan satu bunyi kecil. Sebuah message masuk. Ia melirik Rina saat tahu siapa pengirimnya.
Udah jadian ya?
Dion membalas.
Belum
Kok?
Kok apanya?
Aneh aja, kalian mesra lho tadi!
So?
Ya kirain udah jadian
Nayla nggak mau pacaran. Apa langsung aku lamar aja ya?
Sontak Rina terbatuk. Lantas menahan tenggorokannya dengan tangan kanannya.

#All about Nay ^^

Kamis, 04 April 2013

Menulis


Menulis bagi saya, di lain waktu, lebih kepada media penyampai rindu. Ketika saya merasakan kangen yang luar biasa terhadap sahabat saya semasa kecil, misalnya, saya pun bisa menebus kerinduan tersebut melalui tulisan. Sedikit rasa kangen ternyata mampu menyuguhkan berjuta rangkaian kata yang membuat saya bernostalgia. Dengan menulis juga saya bisa membuat kisah dengan akhir yang saya mau tanpa mempedulikan bahwa kenyataan yang ada tidak demikian. Ah, kenapa harus saya ambil pusing, toh tulisan saya hanya fiktif belaka walaupun saya menghadirkan sosok yang benar-benar ada di dunia nyata.

Memang saya tidak pernah mampu membuat tulisan saya sempurna, tapi saya cukup lega karena setidaknya saya mampu menghadirkan sosok yang saya rindu di dalam cerita saya.

Lalu, dimana tulisan-tulisan saya itu?

Hmm masih seperti yang dulu-dulu, hanya tersimpan rapi di folder khusus.

Kenapa?

Karena saya tidak pernah bisa menceritakan secara detail setting sebuah tempat, misal cafe, rumah, kantor dsb, dan hal tersebut membuat tulisan saya terkesan mentah. Ah...

#Episode : ingin berguru

Rabu, 03 April 2013

Nay (Page 104-while)


......................
“Hi! Aku ganggu ya?!” suara Nugie mengawali pertemuan mereka siang ini.

“Oh eh enggak...” gugup Nayla menjawab seakan ia tidak siap dengan pertanyaan apapun dari Nugie, bahkan pertanyaan sesederhana itu.

“Boleh... duduk?!” Nugie bertanya lagi sembari menunjuk kursi kosong di pojok cafe. Kursi yang biasa ia duduki saat berkunjung ke Read (y) Cafe.

“Oh eh ya... tentu,” masih gugup Nayla mempersilakan tamunya duduk.

Nugie tidak menunggu lagi. Ia langsung menarik kursi empuk tak jauh darinya. Kursi dimana ia biasa duduk. Nayla membuntuti. Lalu duduk di hadapan Nugie setelah meng-kode Reni untuk menyediakan dua minum di mejanya.

Nayla duduk dengan canggung di kursinya. Ia hanya menempati beberapa bagian saja dari kursinya. Ia tidak asing dengan kekalutan ini. Ia sudah terbiasa dengan kecanggungan ini. Tapi di rumahnya sendiri? Masa iya ia harus mengalami hal seperti ini? Nayla mendesah pelan tanpa sepengetahuan Nugie.



#Kenapa yang namanya first love selalu identik dengan kecanggungan ^^

Nay (Page 90-while)

              ............................

        “Ok. Seperti halnya sebuah exam, aku akan mulai mengerjakan dari hal yang paling mudah buatku. Nayla. Kenapa aku katakan mudah? Karena aku mengenal Nayla seperti aku mengenal diriku sendiri.” Dion tersenyum sembari menatap Nayla. Nayla hanya melirik sekilas lalu asyik dengan cangkir kopinya. Dehemen terdengar lirih dari arah Della dan Rina. “Tidak ada yang istimewa pada perempuan ini. Dia sosok yang nggak bisa dandan, nggak bisa masak, nggak pinter browsing, nggak fashionable juga.” Nayla mendelik. Kesal. Dion menahan tawa. “Tapi... apa persahabatan memerlukan itu? No! Kamu humble, baik, ringan tangan, perhatian, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku nyaman berada di dekat kamu. Dan itu membuatmu lebih dari sekedar istimewa. Kamu keajaiban bagiku.”

#kangen sahabat

Senin, 01 April 2013

Nay (Page 80-while)


.............................
“SG Cafe?!”
Nayla membaca nama cafe tempat tujuan mereka. eSGe Cafe.
“Iya. Ini namanya SG Cafe. E-S-G-E. Kamu tahu kenapa diberi nama itu?”
Nayla menggeleng.
“SG itu kepanjangan dari Sheila Gank.”
Kedua mata Nayla mendelik. Mulutnya menganga lebar, nyaris membentuk huruf O besar. Aura wajahnya berbinar. Dan Dion tak kuasa menyembunyikan senyumnya. Ia menunggu moment ini. Moment dimana ia melihat wajah takjub Nayla terhadap suatu hal.
“Jadi ...”
“Eits, jangan harap di dalamnya ada personil Sheila On 7 lagi nyanyi, nggak mungkin kan?”
“Lalu?”
“Di dalamnya hanya ada band lokal biasa, tapi setiap hari mereka menyanyikan lagu-lagunya Sheila On 7.”
“Oh ya?” mata itu makin berbinar.
“Nah, setahuku kan kamu suka sama Sheila On 7, jadi ini surprised-nya, Nay!”
               Nayla belum beranjak dari kegiatan mematungnya. Dion menikmati gaya Nayla. Ia suka gaya itu. Gaya takjub yang mempesona. Ia tahu ia akan terus berusaha membuat gaya-gaya macam itu di wajah Nayla, walau untuk memenuhi itu semua ia harus berjuang.

#Kangen Sheila On 7 dan menulis secara bersamaan. (Page 80-while)