Kamis, 05 Januari 2012

Inner Beauty Si Mbah

Wanita tua yang biasa kupanggil mbahibu itu sudah hampir empat tahun ini meninggalkan hari-hariku. Semasa beliau sugeng, kekagumanku pada sosok nenek benar-benar melebihi kegamuanku pada Ibuku sendiri. Mengapa? Karena nenek mempunyai sifat yang hampir semua aku harapkan ada pada diriku.

Pertama, nenek sangat setia. Kakekku meninggal sekian puluh tahun yang lalu, saat Ibuku masih memakai seragam merah putih dan aku pastinya belum terlahir saat itu. Sepeninggal kakek, nenekku menjadi seorang janda yang semula berstatus nyonya besar menjadi seorang wanita sederhana. Di tengah kesederhanaannya itu, nenek harus membesarkan kelima putra-putrinya. Tiap hari nenek berjalan kaki dari rumah menuju pasar besar yang jaraknya bisa sampai lima kilo, untuk berjualan pakaian.

Aktivitas tersebut terus beliau lakukan hingga puluhan tahun kemudian, hingga semua putra-putrinya menyandang gelar kesarjanaan, bekerja, lalu menikah dan kemudian cucu-cucunya terlahir. Dan aku pun menjadi saksi perjuangan beliau. Semasa SD aku bersekolah tidak jauh dari rumah nenek, dan setiap kali pulang sekolah itulah aku selalu menunggu kepulangan bapak dan ibu dengan menemani nenek berjualan baju di pasar. Aktivitas yang sangat berbeda dengan aktivitas sehari-hariku tersebut sungguh sangat menarik bagiku. Membantu nenek mengambilkan uang kembalian, membungkus pakaian, hingga mengekor nenek ke masjid pasar jika adzan berkumandang. Dan satu hal yang tentunya membuatku bersemangat adalah beberapa kali aku mendapatkan pakaian baru dari nenek, bahkan aku boleh memilihnya sendiri.

Lalu kenapa kukatakan nenekku seorang yang setia?


Selasa, 03 Januari 2012

Kangen Kalian (Part 1)

Rindu itu terus memenjarakanku. Pada suatu ruang kosong yang hampa, bahkan tak kulihat ada cahaya sedikit pun di ruangan ini. Tapi tahukah, sahabat? Walaupun ruangan yang kutempati ini terasa hampa tapi hatiku dipenuhi dengan nuansamu. Pelangimu. Warna-warni kisahmu.

Ada bagian terang yang terjadi diantara kita. Ada sisi gelap yang pernah kita lalui bersama. Semua seakan terangkum dengan sempurna di tiap halaman buku kita. Hingga saat jarak terentang diantara kita, kita mulai membiarkan beberapa halaman kosong tanpa kisah. Ah, apakah selamanya halaman-halaman berikutnya akan terus kita kosongi, sahabat? Lihatlah, lembaran putih itu sepertinya merindukan kisah-kisah kita. Merindukan tarian pena kita. Merindukan bercengkerama dengan cerita konyol kita. Ah, apakah saat-saat itu juga menjadi moment-moment mengasyikkan dalam perjalanan kita, sahabat?

Ingatkah kau dengan imajinasi kita waktu itu? Saat kita berkhayal suatu saat nanti kita akan mendirikan gedung sekolah yang full colour dilengkapi dengan guru-guru yang super gaul. Dengan kantin besar full AC dan full music. Dengan ruang kelas yang sangat memungkinkan muridnya tertidur dengan pulas.

Hahaha...

Lalu kita tertawa bersama. Dan kemudian mulai beranjak menuju imajinasi selanjutnya.
Masih ingatkah kau saat kita asyik berkhayal tentang rumah tangga kita, sahabat?


Datang untuk Pergi

Suatu hari di sebuah senja nan elok
Aku tengah bercengkerama manja
Dengan kekasihku, jagoan kecilku,
Juga penghuni baru rahimku

Tak ada kopi menemani
Tak jua secawan cake
Namun semua begitu sempurna
Dan seakan aku tak menginginkan yang lain lagi

Namun
Hanya sesaat
Sedetik kemudian suasana berganti
Tidak Allah izinkan dia menjadi penghuni rahimku
Dia pergi...

Termangu
Sepi
Hampa
Sakit
Nelangsa

Kembali...
Sentuhan mungilnya menyadarkanku
Dekapan mesranya menyentakku
Bersamaan kulihat senyum di wajah kekasihku
Ah, semua masih sempurna bagiku