Minggu, 27 April 2014

My Purple

Melangkah di bumi Allah SWT
Ini tentang sebuah langkah. Langkah kehidupan yang terus berjalan dalam rentang hari yang kita jalani. Ada banyak pilihan di dalamnya. Apakah kita akan memilih untuk melangkah setapak demi setapak atau justru kita berlarian mengejar mimpi. Apapun pilihan langkah kita akan selalu menuju tempat yang sama yaitu impian. Perlahan maupun cepat itulah wujud ikhtiar kita. Yang terpenting, jangan sampai kita tidak melangkah sama sekali, jika tidak ingin dikatakan orang yang merugi... (^_^)

Minggu, 06 April 2014

Habib dan Sepedanya

Saat masih menggunakan
roda kecil
Sepeda merah ini sebenarnya sudah ada di rumah sejak Habib berusia tiga tahun. Hadiah ulang tahun dari eyang dan kakungnya. Saat masih baru, Habib masih semangat menggunakan sepeda ini untuk jalan-jalan pagi atau sore dengan ayahnya. Saat itu masih menggunakan roda kecil di kanan dan kiri bagian belakang. Hingga saat Habib berusia lima tahun kurang sekian bulan (lupa, hehhe..), ayah mencoba melepas roda kecil tersebut dan melatih Habib di lapangan dekat rumah. Tapi, nihil. Habib belum bisa. Sepertinya dia belum siap. Lalu ayah memasangnya lagi. Sampai kemudian Habib bosan bersepeda dan kami pun menyimpannya bersama barang-barang lain yang tidak terpakai (waduh!!) di lantai dua (ketahuan emaknya nggak telaten melatih anaknya, hahayy).

Sampai kemudian beberapa hari yang lalu, kami main di rumah saudara sepupu. Niatnya, mau ramban (memetik hasil tanaman) bayam dan pepaya sayur. Dan saat di rumah sepupu saya tersebut, Habib diam-diam ‘terkesima’ (halah) melihat Kak Lia, anak dari sepupu saya tersebut (Lia dan Habib hanya selisih empat hari lahirnya, tapi bedanya Habib sudah kelas satu, Lia masih TK B), asyik bersepeda TANPA MENGGUNAKAN RODA KECIL.

Kenapa saya capslock tulisan di atas? Karena hal itulah yang kemudian memotivasi Habib untuk mengeluarkan sepeda kecilnya dari gudang. Alhasil, keesokan harinya, dia ingin melihat sepedanya. Ya. Semula hanya melihat saja. Namun kemudian setelah dibersihkan dan dipompa oleh sang ayah, Habib pun berniat belajar. Ya. Belajar. Tapi ternyata eh ternyata, dia langsung bisa. TANPA MENGGUNAKAN RODA KECIL. Alhamdulillah... Rasanya nggak percaya waktu Habib menghampiri saya saat saya tengah memasak di dapur, lalu dia bilang, “Bun, Habib udah bisa sepedaan. Ternyata gitu tok tho!” Wew!!

Tanpa roda kecil
Lalu, hari ini, dia minta main ke rumah Lia dan membawa sepeda. Membawa ya, bukan menaikinya. Karena jarak rumah kami ke rumah sepupu saya lumayan jauh, sekitar 20 KM. Jadi, kami menaruh sepeda kecil Habib di bagasi mobil untuk kemudian bersepeda di sana nantinya.

Kenapa Habib ingin bersepeda dengan Lia? Bukan. Sebenarnya bukan bersepeda bersama saja keinginannya, melainkan dia ingin menunjukkan kepada Lia bahwa dia juga sudah bisa bersepeda. Tentu saja, sebagai anak laki-laki dia tidak mau kalah dengan Lia. Dan di usianya yang baru enam tahun lebih 10 bulan tersebut itu adalah hal yang wajar, dimana dia akan merasa tidak nyaman jika dia tidak bisa melakukan apa yang bisa dilakukan teman sebayanya. Sekali lagi, apalagi dia laki-laki. Pastilah selalu ingin lebih unggul. Apakah selalu begitu? Entahlah! Hanya saja yang saya lihat dari diri Habib selama ini begitu.

Happy bicycling, dear (^_^)

Sabtu, 05 April 2014

Tes Masuk Sekolah Dasar

Mas Bib dan LKS nya
Pagi tadi sekolahnya Habib rame. Hmm, biasanya juga rame sih, malah kadang susah bingittt kalo mau muter kendaraan, terlebih kendaraan roda empat. Soalnya sekolahnya Habib ini letaknya di ujung jalan. Mentok, nggak ada akses lain. Lah, kalo mentok berarti masuk gang donk? Hmm bukan gang sih, secara kalo gang kan nggak bisa dilalui kendaraan roda empat. Nah ini, roda empat masih bisa simpangan, cuma ya itu tadi, letaknya paling ujung. Eh salah ding, ujung sendiri masih ada masjid milik sekolahnya Habib. Jadi, kira-kira gambarannya seperti ini, kiri jalan letak sekolahnya Habib, lalu di depannya (yang dibatasi jalan yang cuman rame kalo pas antar-jemput saja) ada halaman luas tempat biasa wali murid parkir, di sebelahnya lagi ada saung atau gazebo tempat biasanya anak-anak makan siang. Agak ke sana lagi, ada tempat bermain flying fox, lalu tempat wudhu dan di pojok sendiri ada masjid besar tempat anak-anak sholat berjamaah dan mengaji.

Kembali kekeramaian tadi. Ternyata oh ternyata, ada tes penerimaan murid baru hari ini. Ya. Karena sekolahnya Habib ini swasta (IFDS = Islamic Full Day School), jadi seperti yang sudah-sudah, di bulan April dan Mei diadakan tes penerimaan siswa baru. Tentang apa saja yang diujikan bisa dilihat disini.


Jumat, 04 April 2014

Si 'Coklat' Lento

Namanya lento (nulisnya pake huruf h ga ya?!), makanan yang terbuat dari tempe medem (tempe yang sudah didiamkan 2-3 hari). Dulu, ibu saya sering banget bikin makanan ini. Katanya, kalau udah ada lento, tidak diperlukan lauk yang lainnya. Nasi + lento sudah sangat enak. Oh ya?!

Dannn... hari ini saya membuat lento tersebut, setelah selama ini saya sama sekali belum pernah mencoba membuatnya sendiri. Tadinya, seperti biasa jika di kulkas ada bahan makanan mentah yang mendekati masa expired (misalnya : sawi yang udah layu, bayam atau kangkung yang udah ga seger lagi, tempe atau tahu yang udah beberapa hari nginep di kulkas, dll), selalu saya berikan si mbak daripada saya buang. Mubadzir euy! Nah, kemarin sore saya melihat tempe medem itu di kulkas, dan tiba-tiba saya ingin membuat lento. Lalu, langsung saja tempe tersebut saya kukus. Mumpung belum berubah pikiran, jadi buru-buru aja ngukusnya, hehehe... Dan setelahnya, saya simpan di kulkas lagi untuk keesokan harinya. Sebenarnya mau dimasak sore itu juga, tapi di meja makan masih ada beberapa lauk tersisa, jadi, daripada terbuang percuma, saya masak esok hari saja, yaitu hari ini.

Bahannya tidak sulit, cenderung tersedia di kulkas kita. Setelah saya mengingat-ingat bumbu apa yang dipakai ibu saya sembari saya googling, saya memutuskan untuk menggunakan bahan-bahan ini :

Tempe medem (pastinya), saya menggunakan satu papan tempe medem, kukus dulu ya bunda
3 bawang merah dan 2 bawang putih, dikira-kira aja ya bun
Kencur. Saya hanya menggunakan sepertiga ruas jari, karena nemunya cuma segitu di kulkas
Daun bawang, iris tipis
3 daun jeruk, iris tipis, buang tangkainya
Kelapa muda, sedikit saja. Saya tadi beli dua ribu rupiah saja bunda
Telor, kocok lepas

Cara membuat :

   1.     Haluskan bawang merah + bawang putih + kencur. Jangan lupa tambahkan garam secukupnya.
     2.      Setelah halus, iris kecil-kecil tempe medem (agar mudah saat dihaluskan) lalu haluskan bersama bumbu.
      3.      Setelah halus, tambahkan kelapa muda parut + irisan daun jeruk. Campur hingga rata
    4.    Tuang telor sedikit-sedikit di ulegan tempe medem yang sudah dibumbui tadi sembari dicampur hingga rata
     5.    Bentuk bulat-bulat, lalu goreng hingga kecoklatan

Oh ya, bagi yang suka pedas, bisa ditambahkan cabe rawit di ulegan bumbunya. Beberapa orang tidak menggunakan telor dan diganti dengan tepung terigu dicampur air sedikit. Ada juga yang tidak menggunakan kelapa muda atau daun bawang. Tetap enak kok. Karena kelezatan makanan tidak semata dinilai dari bahan-bahannya, melainkan juga dari bagaimana kita memasak dan menyajikannya. Jadi, selama kita memasak menggunakan ‘bismillah’ dan menyajikan dengan tersenyum, insya Allah semuanya terasa yummy (^_^)

*happy lunch, AyBun and Kids

Senin, 10 Maret 2014

Hamil Bikin PeDe

Oh ya?! Yup!!

Sebagai seorang wanita yang pernah merasakan kehamilan, saya rasakan ke-PeDe-an itu. Semula saya anggap biasa, tapi begitu saya bandingkan saat hamil dan tidak hamil, kok saya merasakan sesuatu yang janggal ya. Beberapa kejanggalan yang saya rasakan adalah :



  • Belanja. Saya biasa belanja sayur mayur mentah di depan rumah (hmm, maap saya lupa sebutannya apa), dan saya menemukan perbedaan kebiasaan sebelum belanja antara saat saya hamil dan tidak. Saat hamil, jika penjual sayur itu datang, saya biasa langsung memakai jilbab begitu saja walau saat itu saya tengah memakai daster (tentunya daster yang panjang yaa..), sedangkan jika tidak hamil, maka saya selalu menyempatkan diri berdiri di depan cermin, memoles sedikit powder (seringnya pake baby powder, hehehe...) dan memastikan tidak ada kotoran mata (setep).   
  • Pakaian. Saat bepergian saya (sedikit) terbiasa disibukkan dengan memadukan antara baju atasan, bawahan dan jilbab atau gamis dan jilbab. Warna harus senada. Setidaknya tidak terlihat terlalu kontras. Nah, saat hamil, saya bisa memakai baju apa pun. Bisa jadi bawahan rok besar motif bunga-bunga, atasan kaos panjang motif garis, dengan jilbab motif polkadot (ugh, enggak banget kan?!!) Tapi, itu nggak masalah buat saya saat hamil.
  • Kosmetik. Saya memang bukan penggemar atau penggila kosmetik, tapi bukan berarti saya tidak membersihkan muka saya, kan?! Beberapa kosmetik yang saya miliki hanya berupa handbody lotion, facial wash, pelembab, foundation dan bedak tabur. Saya tidak biasa memakai lipstik dan eye shadow maupun eye liner atau entah apalagi. Saat tidak hamil saya selalu memakai perlengkapan yang saya punya itu. Mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur lagi. Bahkan saya akan merasa kurang jika perlengkapan sederhana itu tidak saya pakai. Namun hal itu tidak terjadi saat saya hamil, jangankan memakainya, mencium baunya saja saya sudah tidak tahan. Bahkan yang paling saya suka adalah sesaat setelah mandi atau wudhu, saat itu saya tidak perlu apa-apa lagi, karena saat bercermin, saya sudah merasa sangat cantik, hehehe...
  • Body. Perut saya memang tidak bisa rata seperti halnya perempuan lain pada umumnya, namun tidak juga terlalu menggelambir (huft, syukurlah), maka di saat tidak hamil, saya akan sibuk mensiasati bagaimana perut tersebut agar tidak terlihat terlalu besar (karena beberapa orang selalu menanyakan, “Lagi hamil ya?!” huwaaa... udah gede banget yak perut saya?!), namun hal tersebut tidak berlaku saat saya benar-benar hamil, saya justru bangga dengan perut saya yang besar tersebut.
  • De el el

Masih banyak hal-hal lain yang membuat saya lebih merasa percaya diri dikala hamil daripada tidak. Dari situ saya menyimpulkan betapa dahsyatnya aura seorang wanita hamil. Dengan tampil apa adanya ia akan selalu terlihat cantik dan menyenangkan. Bersyukurlah wanita yang sering hamil, karena ia akan selalu dikaruniai aura kebahagiaan tersebut. Bersyukurlah karena wanita itu telah diberikan kepercayaan dari Yang Maha Kuasa, berupa anugerah terindah yang tidak ternilai harganya.


Happy pregnancy, Moms (^_^)

Belajar Sahur

Jika Ramadhan tiba, maka sore hari menjelang malam sebelum berangkat tidur, Habib selalu memberi saya pesan dengan bunyi yang sama, “Jangan lupa bangunin aku sahur lho, Bun!” Dan bundanya selalu menyambut dengan ekspresif, walau saya tahu, pesan singkatnya yang berupa kalimat perintah dan bernada  semangat itu tidak sebanding dengan betapa susahnya membangunkan Habib di waktu sahur, hihihi...

Style Habib kalo lagi sahur (^_^)
Biasanya saya membangunkan Habib menjelang imsyak. Kira-kira 15 menit sebelum imsyak dengan pertimbangan, kasihan kalau dia harus bangun sebelum jam tiga pagi, walaupun setelahnya pastilah tidur lagi. Hal pertama yang harus saya lakukan adalah, tentu saja, membangunkannya. Saya biasa membangunkan suami dan anak saya dengan serangan pipi. Maksudnya, saya membangunkan mereka dengan menciumi pipi mereka secara terus menerus hingga mereka bangun.

Namun seperti biasa, Habib pastilah hanya bergumam, “Sik tho, Bun,” dengan tetap memejamkan matanya. Hmmm. Akhirnya saya langsung menggendong dan memindahkan tidurnya di depan TV. Mengapa harus di depan TV? Karena di depan TV, saya bisa menyuapinya tanpa ketinggalan melihat sinetron ramadhan favorit saya. Para Pencari Tuhan (PPT). Walaupun saya bukan penggemar sinetron, tapi untuk PPT saya suka.

Kembali ke Habib. Singkat kata, jadi, saya pun menyuapinya ketika ia masih dalam keadaan tertidur. Hanya beberapa sendok, bahkan terkadang ia hanya makan roti atau minum susu saja. Tapi alhamdulillah, saya suka semangatnya untuk belajar berpuasa. Semoga tahun ini dipertemukan kembali dengan Ramadhan dan semoga Habib semakin pintar puasanya.
  

Rabu, 05 Maret 2014

Nay (Page 46 ~ Sementara)

              .....
Sunyi. Kedunya sibuk dengan kopi dan pikirannya masing-masing.
Dion melirik sejenak cowok yang duduk tidak jauh darinya itu. Kesan ‘nakal’nya masih sama. Celana jeans yang seharusnya tidak layak pakai melekat di tubuhnya dipadu dengan kaos oblong jumbo. Serampangan. Diam-diam Dion mendesah. Jika cowok di dekatnya ini memang seorang playboy, bukankah seharusnya ia menjaga penampilan, tidak berantakan seperti ini. Apa yang cewek-cewek lihat dari cowok ini? Dan Nayla? Apa yang sebenarnya Nayla suka dari seorang Nugie?
“Pernah ketemu Nayla?” Tanya Nugie tiba-tiba seakan tahu saat ini Dion tengah memikirkan Nayla.
“Oh... enggak! Kamu?”
Nugie tertawa sendiri.
“Pernah. Sering malahan.”
Dion mengernyitkan dahi.
“Sering?”
“Ya aku sering melihatnya pulang dari kampus. Lihat aja sih. Jadi dia nggak tahu kalo aku ada di sekitarnya.”
Nugie tertawa, menyadari kelakuannya yang aneh.
Geblek! Sungut Dion dalam hati. Ia jadi teringat cerita Nayla semasa SMA dulu bahwa ia beberapa kali melihat Nugie di tempat les gitar yang tak jauh dari rumahnya. Ya. Aku hanya lihat dia aja nglewatin rumahku gitu. Tiap jam lima sore. Jadi ceritanya, aku selalu nunggu di ruang tamu sambil ngintip di gorden tiap jam lima sore. Itu kata Nayla beberapa tahun yang lalu yang disertai tawanya yang khas.
...............