Mas Bib dan LKS nya |
Pagi tadi sekolahnya Habib rame. Hmm, biasanya juga rame sih, malah
kadang susah bingittt kalo mau muter kendaraan, terlebih kendaraan roda empat. Soalnya
sekolahnya Habib ini letaknya di ujung jalan. Mentok, nggak ada akses lain. Lah,
kalo mentok berarti masuk gang donk? Hmm bukan gang sih, secara kalo gang kan
nggak bisa dilalui kendaraan roda empat. Nah ini, roda empat masih bisa
simpangan, cuma ya itu tadi, letaknya paling ujung. Eh salah ding, ujung
sendiri masih ada masjid milik sekolahnya Habib. Jadi, kira-kira gambarannya
seperti ini, kiri jalan letak sekolahnya Habib, lalu di depannya (yang
dibatasi jalan yang cuman rame kalo pas antar-jemput saja) ada halaman luas
tempat biasa wali murid parkir, di sebelahnya lagi ada saung atau gazebo tempat
biasanya anak-anak makan siang. Agak ke sana lagi, ada tempat bermain flying
fox, lalu tempat wudhu dan di pojok sendiri ada masjid besar tempat anak-anak
sholat berjamaah dan mengaji.
Kembali kekeramaian tadi. Ternyata oh ternyata, ada tes penerimaan murid
baru hari ini. Ya. Karena sekolahnya Habib ini swasta (IFDS = Islamic Full
Day School), jadi seperti yang sudah-sudah, di bulan April dan Mei diadakan tes
penerimaan siswa baru. Tentang apa saja yang diujikan bisa dilihat disini.
Dan saya pun jadi ingat bagaimana Habib setahun yang lalu mengalami tes tersebut. Dianya sih santai-santai aja, emaknya yang nervous plus psikosomatis *lebay ih*. Bukannya lebay, tapi memang begitulah menjadi emak. Apa yang dialami anak seolah emaknya juga ngalamin, bahkan mungkin terasa lebih sakit, kalau berhubungan dengan hal-hal yang menyakitkan. Demikian juga akan merasakan kebahagiaan yang berlipat-lipat jika berhubungan dengan keberhasilan.
Pesawat MH 370 (^_^) |
Sekarang Habib udah mau kelas dua, insya Allah, tentunya makin berat
materi pelajaran yang akan diembannya. Terkadang timbul rasa iba yang berlebih
saat melihat Habib harus belajar menjelang UTS atau UAS. Alhamdulillah
kesadaran untuk belajar itu timbul dengan sendirinya, tanpa melalui perintah
saya maupun ayahnya. Kami berdua cenderung hanya bertanya, “Nggak belajar, Mas?”
bukan berupa kalimat perintah, “Ndang belajar, Mas!” Demikian pula waktu yang
dia pilih untuk belajar benar-benar kami bebaskan. Bisa jadi sore hari atau
malam hari. Bisa juga bangun tidur keesokan harinya. Benar-benar kami bebaskan,
karena selama ini jika Habib bilang, “Besok habis subuh ya belajarnya,” maka
beneran abis subuh dia belajar. Kalo bilang “Nanti malam,” ya beneran malam
harinya. Alhamdulillah nya lagi, di sekolahnya Habib ini tidak ada pe er,
jadi sepulang sekolah dia tidak terbebani dengan tugas dari sekolah, jadi dia
mempunyai waktu lebih banyak untuk belajar dan bermain.
Tahukah bunda, apa yang saya ucapkan ketika Habib pamit berangkat sekolah
setiap paginya? Setelah menciumnya saya selalu berpesan, “Mainnya hati-hati!”
bukan “Belajar yang pinter!” Kenapa? Karena saya ingin menanamkan pada diri Habib bahwa sekolah itu menyenangkan. Di usia Habib seperti sekarang ini, main
= menyenangkan. Jadi, saya selalu berpesan ‘mainnya hati-hati’, bila dijabarkan
mempunyai arti, ‘silahkan bersenang-senang di sekolah tapi tetap berhati-hati’.
Kenapa hati-hati? Karena akhir-akhir ini begitu banyak berita di TV
memberitakan tentang kenakalan anak sekolah, bahkan saat masih ada di jenjang
sekolah dasar. Sungguh memprihatinkan. Ya Allah, lindungilah anak hamba. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar